Nama : Tasya Dhea Meilita
NIM : 012168
Kelas : Manajemen A1
UAS
ETIKA
BISNIS
·
Sebutkan dan ulaslah secara singkat sedikitnya 5 kasus
pelanggaran etika bisnis selama tahun 2021 di Indonesia.
o Korupsi Asabri
Saat ini, Kejaksaan Agung sedang menangani kasus korupsi di PT Asabri (Persero). Nilai korupsinya
ditaksir mencapai Rp23,7 triliun, dan menjadi skandal korupsi terbesar di
Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin di kanal
YouTube Deddy Corbuzier pada Januari 2021 lalu. “Minta doanya, kasus
Asabri ini korupsi terbesar di Indonesia, sampai Rp23,7 triliun,” ujar
Burhanudin.
Terkait hal ini, Kejagung berjanji akan menuntaskan kasus Asabri,
bahkan, dia siap berhadapan dengan segala risiko yang akan dihadapi. Saat
ini, Kejagung sedang memasuki tahap penulusuran aset yang dimiliki tersangka
korupsi. Kedepan, aset ini akan dipakai untuk mengembalikan kerugian negara.
Setidaknya, ada delapan tersangka dalam kasus korupsi
PT Asabri, antara lain eks Direktur Utama PT Asabri periode 2011-2016 Mayjen
(Purn) Adam Rachmat Damiri, eks Dirut PT Asabri periode 2016-2020 Letjen (Purn)
Sonny Widjaja, mantan Direktur Keuangan PT Asabri periode 2008-2014 Bachtiar
Effendi, mantan Direktur Asabri periode 2013-2014 dan 2015-2019 Hari Setiono,
Kepala Divisi Investasi PT Asabri periode 2012-2017 Ilham W. Siregar dan Dirut
PT prima Jaringan Lukman Purnomosidi.
o Tokopedia
Nama Tokopedia begitu banyak disebut. Bukan lantaran promo
dan berbagai fitur terbarunya, melainkan karena kasus kebocoran data para
pengguna. Berita ini tentunya begitu mengejutkan, apalagi Tokopedia sudah masuk
dalam jajaran perusahaan startup unicorn. Memang kebocoran data ini bukanlah
pertama kalinya terjadi di Indonesia.
Dalam
kasusnya, diketahui ada 91 juta data pengguna dan 7 juta data penjual yang
bocor. Bahkan semua data ini dijual di arak web dengan harga sekitar $5000.
Dengan bocornya data tersebut, pihak Tokopedia meminta penggunanya untuk
mengganti password. Jika dilihat dari etika bisnis, kasus ini terbilang rumit. Bagi
pengguna aplikasi, kasus ini termasuk contoh kasus pelanggaran etika bisnis dan
analisisnya. Sementara Tokopedia sendiri juga menjadi korban karena sistem
keamanan mereka telah dibobol. Namun tetap saja, Tokopedia tidak bisa
melindungi data pelanggan. dan hingga kini masih belum ada UU yang membahas
kebocoran data di internet.
o
Korupsi Bansos COVID-19
Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) mengungkap terjadinya korupsi dalam internal Kementerian Sosial.
Menteri Sosial, Juliari Batubara ditetapkan menjadi tersangka karena diduga
menerima uang sebesar Rp17 Miliar dari dana bantuan sosial COVID-19. Di tengah
hingar bingar pengadaan barang dan jasa untuk menolong banyak orang, Juliari
menemukan celah untuk menerima suap dan diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a
atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Ia bersama dengan MJS dan AW, sebagai Pejabat Pembuat
Komitmen, ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus korupsi ini
akh irnya menjadi perhatian publik karena telah merugikan negara, melanggar
etika, serta dianggap tidak bermoral karena dilakukan di masa pandemi.
Tindakannya pun dikecam banyak pihak. Berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi,
kasus korupsi bantuan sosial ini dapat dikelompokkan sebagai tindak pidana
korupsi yang melawan hukum untuk memperkaya diri dan dapat merugikan keuangan
negara serta menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan diri sendiri dan
dapat merugikan keuangan negara.
Dalam menjalankan tugasnya, Kemensos juga memiliki pedoman dan nilai yang tercantum dalam Keputusan Menteri Sosial No. 30/HUK/2020 tentang Nilai-Nilai Kementerian Sosial. Nilai tersebut antara lain humanis, adaptif, dedikatif, inklusif dan responsif. Dalam membantu pemerintah menangani dampak Pandemi, Kemensos mengadakan Program Jaring Pengaman Sosial dalam bentuk bantuan sosial kepada masyarakat yang secara ekonomi terdampak langsung. Hal ini tentu telah menggambarkan nilai adaptif dan responsif yang tercantum dalam peraturan tersebut karena Kementerian Sosial telah tanggap memberi bantuan sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini.
o
Penimbunan
Masker
Ketua Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto mengungkapkan bahwa salah satu upaya
pencegahan tertularnya virus corona adalah dengan pemakaian masker. Terlepas dari perdebatan efektif atau tidaknya penggunaan
masker dalam upaya menghindari penyebaran virus corona, masyarakat terus
berlomba-lomba untuk mendapatkan masker. Sementara dalam konteks lain, polisi
sedang memburu oknum penimbunan masker.
Penimbunan
barang terhadap kebutuhan pokok serta hal penting dan strategis seperti
kebutuhan masker di tengah wabah virus corona saat ini merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 29 ayat (1) juncto Pasal 107 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan,
dengan ancaman maksimal penjara 5 tahun dan denda Rp 50 miliar.
Selain itu, pelaku usaha juga dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Jika hal tersebut dilanggar, maka diancam dengan denda antara Rp 25 – 100 miliar sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
o
Penimbunan Hand Sanitizer
Hal
ini diungkapkan David Tobing terkait tindakan pemerintah, Kepolisian, Lembaga
dan pihak lainnya yang menyatakan bahwa pelaku penyimpanan/penimbunan masker
dapat dikenakan pidana penjara 5 tahun dan/atau denda Rp50 miliar karena
melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan atas kelangkaan
masker sejak maraknya isu virus Corona.
Namun
barang-barang tersebut yang dikategorikan penting pada saat wabah virus Corona
ini tidak terdapat dalam UU Perdagangan, sehingga penimbun barang-barang tersebut
tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan
pidana yang telah ada. Dari jenis-jenis Barang Kebutuhan Pokok dan
Barang Penting yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tersebut tidak ditemukan,
sehingga secara gramatikal Pasal yang menjerat para penyimpan/penimbun yang sanksi
pidananya berupa penjara 5 tahun dan/atau denda Rp50 miliar tidak tepat
digunakan. Untuk itu, kata David Tobing, hakim harus melakukan penemuan hukum
agar bisa menjerat penimbun masker, hand sanitizer, maupun barang barang lain
yang dikategorikan penting pada saat wabah virus Corona saat ini.
David
juga menyebut jalan keluar lainnya adalah Presiden dalam situasi dan kondisi
tertentu seperti dalam hal menghadapi wabah virus Corona dapat menetapkan
masker dan hand sanitizer maupun barang lain yang terkait virus Corona sebagai
Barang Kebutuhan Pokok atau Barang Penting dengan mengacu kepada Pasal 2 ayat
(7) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan dan Penyimpanan
Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar