Rabu, 30 Juni 2021

5 kasus pelanggaran etika bisnis selama tahun 2021 di Indonesia.

 Nama   : Tasya Dhea Meilita

NIM     : 012168

Kelas    : Manajemen A1

UAS

ETIKA BISNIS

·        Sebutkan dan ulaslah secara singkat sedikitnya 5 kasus pelanggaran etika bisnis selama tahun 2021 di Indonesia.

o   Korupsi Asabri

Saat ini, Kejaksaan Agung sedang menangani kasus korupsi di PT Asabri (Persero). Nilai korupsinya ditaksir mencapai Rp23,7 triliun, dan menjadi skandal korupsi terbesar di Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin di kanal YouTube Deddy Corbuzier pada Januari 2021 lalu. “Minta doanya, kasus Asabri ini korupsi terbesar di Indonesia, sampai Rp23,7 triliun,” ujar Burhanudin.

Terkait hal ini, Kejagung berjanji akan menuntaskan kasus Asabri, bahkan, dia siap berhadapan dengan segala risiko yang akan dihadapi. Saat ini, Kejagung sedang memasuki tahap penulusuran aset yang dimiliki tersangka korupsi. Kedepan, aset ini akan dipakai untuk mengembalikan kerugian negara.

Setidaknya, ada delapan tersangka dalam kasus korupsi PT Asabri, antara lain eks Direktur Utama PT Asabri periode 2011-2016 Mayjen (Purn) Adam Rachmat Damiri, eks Dirut PT Asabri periode 2016-2020 Letjen (Purn) Sonny Widjaja, mantan Direktur Keuangan PT Asabri periode 2008-2014 Bachtiar Effendi, mantan Direktur Asabri periode 2013-2014 dan 2015-2019 Hari Setiono, Kepala Divisi Investasi PT Asabri periode 2012-2017 Ilham W. Siregar dan Dirut PT prima Jaringan Lukman Purnomosidi.

o   Tokopedia

Nama Tokopedia begitu banyak disebut. Bukan lantaran promo dan berbagai fitur terbarunya, melainkan karena kasus kebocoran data para pengguna. Berita ini tentunya begitu mengejutkan, apalagi Tokopedia sudah masuk dalam jajaran perusahaan startup unicorn. Memang kebocoran data ini bukanlah pertama kalinya terjadi di Indonesia.

Dalam kasusnya, diketahui ada 91 juta data pengguna dan 7 juta data penjual yang bocor. Bahkan semua data ini dijual di arak web dengan harga sekitar $5000. Dengan bocornya data tersebut, pihak Tokopedia meminta penggunanya untuk mengganti password. Jika dilihat dari etika bisnis, kasus ini terbilang rumit. Bagi pengguna aplikasi, kasus ini termasuk contoh kasus pelanggaran etika bisnis dan analisisnya. Sementara Tokopedia sendiri juga menjadi korban karena sistem keamanan mereka telah dibobol. Namun tetap saja, Tokopedia tidak bisa melindungi data pelanggan. dan hingga kini masih belum ada UU yang membahas kebocoran data di internet.

o   Korupsi Bansos COVID-19

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap terjadinya korupsi dalam internal Kementerian Sosial. Menteri Sosial, Juliari Batubara ditetapkan menjadi tersangka karena diduga menerima uang sebesar Rp17 Miliar dari dana bantuan sosial COVID-19. Di tengah hingar bingar pengadaan barang dan jasa untuk menolong banyak orang, Juliari menemukan celah untuk menerima suap dan diduga telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia bersama dengan MJS dan AW, sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus korupsi ini akh irnya menjadi perhatian publik karena telah merugikan negara, melanggar etika, serta dianggap tidak bermoral karena dilakukan di masa pandemi. Tindakannya pun dikecam banyak pihak. Berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi, kasus korupsi bantuan sosial ini dapat dikelompokkan sebagai tindak pidana korupsi yang melawan hukum untuk memperkaya diri dan dapat merugikan keuangan negara serta menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan diri sendiri dan dapat merugikan keuangan negara.

Dalam menjalankan tugasnya, Kemensos juga memiliki pedoman dan nilai yang tercantum dalam Keputusan Menteri Sosial No. 30/HUK/2020 tentang Nilai-Nilai Kementerian Sosial. Nilai tersebut antara lain humanis, adaptif, dedikatif, inklusif dan responsif. Dalam membantu pemerintah menangani dampak Pandemi, Kemensos mengadakan Program Jaring Pengaman Sosial dalam bentuk bantuan sosial kepada masyarakat yang secara ekonomi terdampak langsung. Hal ini tentu telah menggambarkan nilai adaptif dan responsif yang tercantum dalam peraturan tersebut karena Kementerian Sosial telah tanggap memberi bantuan sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini. 

o   Penimbunan Masker

Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto mengungkapkan bahwa salah satu upaya pencegahan tertularnya virus corona adalah dengan pemakaian masker. Terlepas dari perdebatan efektif atau tidaknya penggunaan masker dalam upaya menghindari penyebaran virus corona, masyarakat terus berlomba-lomba untuk mendapatkan masker. Sementara dalam konteks lain, polisi sedang memburu oknum penimbunan masker.

Penimbunan barang terhadap kebutuhan pokok serta hal penting dan strategis seperti kebutuhan masker di tengah wabah virus corona saat ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 29 ayat (1) juncto Pasal 107 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dengan ancaman maksimal penjara 5 tahun dan denda Rp 50 miliar.

Selain itu, pelaku usaha juga dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Jika hal tersebut dilanggar, maka diancam dengan denda antara Rp 25 – 100 miliar sebagaimana diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 

o   Penimbunan Hand Sanitizer

Hal ini diungkapkan David Tobing terkait tindakan pemerintah, Kepolisian, Lembaga dan pihak lainnya yang menyatakan bahwa pelaku penyimpanan/penimbunan masker dapat dikenakan pidana penjara 5 tahun dan/atau denda Rp50 miliar karena melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan atas kelangkaan masker sejak maraknya isu virus Corona.

Namun barang-barang tersebut yang dikategorikan penting pada saat wabah virus Corona ini tidak terdapat dalam UU Perdagangan, sehingga penimbun barang-barang tersebut tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. Dari jenis-jenis Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tersebut tidak ditemukan, sehingga secara gramatikal Pasal yang menjerat para penyimpan/penimbun yang sanksi pidananya berupa penjara 5 tahun dan/atau denda Rp50 miliar tidak tepat digunakan. Untuk itu, kata David Tobing, hakim harus melakukan penemuan hukum agar bisa menjerat penimbun masker, hand sanitizer, maupun barang barang lain yang dikategorikan penting pada saat wabah virus Corona saat ini.

David juga menyebut jalan keluar lainnya adalah Presiden dalam situasi dan kondisi tertentu seperti dalam hal menghadapi wabah virus Corona dapat menetapkan masker dan hand sanitizer maupun barang lain yang terkait virus Corona sebagai Barang Kebutuhan Pokok atau Barang Penting dengan mengacu kepada Pasal 2 ayat (7) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

5 kasus pelanggaran etika bisnis selama tahun 2021 di Indonesia.

  Nama    : Tasya Dhea Meilita NIM     : 012168 Kelas    : Manajemen A1 UAS ETIKA BISNIS ·         Sebutkan dan ulaslah secara sin...